Seseorang yang dimuliakan adalah ia yang bermanfaat bagi sesamanya, Semoga Blog ini bermanfaat untuk anda :)

Thursday, 29 May 2014

Pengertian Tentang Ekonomi Makro Akuntansii



EKONOMI MAKRO
Materi
n  Pengantar, persoalan dan aliran melingkar
n  Mengukur output dan pendapatan nasional
n  Masalah jangka panjang dan jangka pendek
n  Pengeluaran agregat dan output equilibrium
n  Pemerintah dan Kebijakan fiskal
n  Penawaran uang dan sistem bank sentral
n  Permintaan  uang, tingkat bunga equilibrium dan kebijakan moneter
n  Permintaan agregat, penawaran agregat, pengangguran dan inflasi


PENGANTAR, PERSOALAN, DAN ALIRAN MELINGKAR
A.   AKAR ILMU EKONOMI MAKRO
DEPRESI BESAR
                Depresi besar (the great depression) pada kurun 1930-an, merupakan  hal yang mendorong banyak lahirnya pemikiran tentang persoalan ilmu ekonomi makro khususnya pengangguran. Tahun 1920-an merupakan tahun sejahtera bagi Amerika. Tahun 1929 1,5 jt orang menganggur. Pada tahun1933 meningkat menjadi 13 jt, produksi barang dan jasa menurun 27 % dibanding tahun 1929, hingga tahun 1940.

MODEL KLASIK  (Adam Smith)
   Sebelum depresi besar, para ekonom menerapkan model ilmu ekonomi mikro (Klasik) atau ekuilibrium pasar pada masalah ekonomi secara luas, yaitu ekonomi selalu berada dalam kondisi ekuilibrium. Misalnya penawaran tenaga kerja yang berlebih akan menurunkan upah menuju tingkat ekuilibrium yang baru. Pada masa depresi besar ini masalah pengangguran masih sangat tinggi salama hampir 10 tahun, ini berarti kegagalan model klasik untuk menjelaskan eksistensi pengangguran tinggi yang berkelanjutan. Ilmu ekonomi makro lahir pada kurun 1930-an.

REVOLUSI KEYNES
                The General Theory of Employment, Interest and Money, oleh John Maynard Keynes, diterbitkan pada tahun 1936. Keynes percaya bahwa pemerintah bisa mengintervensi perekonomian dan mempengaruhi tingkat output serta pengangguran.
Setelah perang dunia II (khususnya 1950-an), pandangan Keynes mulai berpengaruh. Pemerintah mulai percaya bahwa mereka bisa campur tangan dalam perekonomian untuk mencapai tujuan output dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Fine – tuning (perbaikan keadaan) Adl Ungkapan yang digunakan untuk menyebut peran pemerintah dalam mengatur inflasi dan pengangguran (1960-an).
B. Masalah utama dalam perekonomian
n    I n f l a s i
   Inflasi adalah peningkatan tingkat harga secara keseluruhan.
                Tingkat inflasi (persentase tambahan kenaikan harga), berbeda dari satu periode ke periode lainnya, dan berbeda dari satu negara ke negara lainnya.
                Hiperinflasi adalah periode peningkatan yang sangat cepat dalam tingkat harga secara        keseluruhan.
Beberapa faktor penyebab inflasi
n  Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan-perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa.
n  Pekerja di berbagai kegiatan ekonomi menuntut kenaikan upah
n  Kenaikan harga barang-barang impor
n  Penambahan penawaran uang yang berlebihan tanpa diikuti pertambahan produksi dan penawaran barang
n  Kekacauan politik dan ekonomi





Akibat buruk inflasi
n  Cenderung menurunkan taraf kemakmuran segolongan besar masyarakat.
n  Prospek pembangunan ekonomi jangka panjang akan menjadi semakin memburuk jika inflasi tidak dapat dikendalikan.
n  Kecenderungan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
n  Pertumbuhan ekonomi
                Pertumbuhan ekonomi dapat didefenisikan sebagai “perkembangan kegiatan dalam        perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah”.
               
Hal yang dapat mempengaruhi kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa yaitu:
Faktor – faktor produksi yang mengalami peningkatan baik kualitas dan kuantitas  terdiri dari :
n  Investasi yang bertambah
n  Teknologi yang berkembang
n  Tenaga kerja yang meningkat (kuantitas dan         kualitas)
n  Dan lainnya
       Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor produksi pada umumnya tidak selalu diikuti dengan pertambahan produksi barang dan jasa yang sama besarnya. Pertambahan potensi memproduksi kerap kali lebih besar dari pertambahan produksi yang sebenarnya.








Kurva kemungkinan produksi dan pertumbuhan ekonomi

Keterangan
n  Kurva AB adalah kurva kemungkinan produksi, yaitu batas maksimum produksi yang dapat dihasilkan oleh suatu negara pada suatu kurun waktu tertentu.
n  Titik P yaitu  kemakmuran masyarakat mencapai maksimum, menghasilkan Xo barang industri dan Yo barang pertanian.
n  Dalam kenyataan, misal tingkat produksi hanya pada titik M, yaitu menghasilkan X1 produk industri dan Y1 produk pertanian.
n  Pada periode berikutnya terjadi perubahan kurva kemungkinan produksi dari AB ke CD, dan titik R adalah suatu kombinasi produksi yang dapat dicapai.
n  Tetapi kegiatan ekonomi sebenarnya hanya berkembang dari M ke N.

    @ Pengangguran
                Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.
·         Terjadinya pengangguran

n  Kekurangan pengeluaran agregat
n  Karena ingin mencari kerja lain yang lebih baik
n  Penggunaan teknologi modern yang mengurangi penggunaan tenaga kerja
n  Ketidaksesuaian keterampilan pekerja dengan yang dibutuhkan dalam perusahaan
n  Dan lainnya

·         Akibat buruk pengangguran

n  Salah satu faktor penting yang menentukan kemakmuran yaitu tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh.
n  Ditinjau dari sudut individu, pengangguran menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial kepada yang mengalaminya.
n  Kekacauan politik dan sosial dan pembangunan ekonomi negara dalam jangka panjang.
Diagram aliran melingkar

Keterangannya
n  Perusahaan
                Perusahaan menjual barang dan jasa pada rumah tangga dan pemerintah, yang terlihat pada aliran melingkar sebagai aliran menuju sektor perusahaan. Perusahaan membayar upah, bunga, deviden pada rumah tangga dan membayar pajak pada pemerintah. Pembayaran ini diperlihatkan mengalir keluar dari sektor perusahaan.
n  Pemerintah
                Pemerintah mengumpulkan pajak dari rumah tangga dan perusahaan. Pemerintah juga melakukan pembayaran dan membeli barang, jasa dari perusahaan, membayar upah dan bunga untuk rumah tangga, transfer untuk rumah tangga.
n  Rumah tangga
                Rumah tangga membelanjakan sejumlah pendapatan mereka pada barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan, juga produk impor. Demikian orang luar negeri ada yang membeli barang ekspor yaitu barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan dalam negeri dan dijual ke negeri lain. Rumah tangga membayar pajak pada pemerintah dan mendapat upah dari pemerintah serta perusahaan.
Share:

Friday, 23 May 2014

PENGANTAR ILMU EKONOMI ( Ekonomi Mikro )



PENGANTAR ILMU EKONOMI
(Ekonomi Mikro)

ILMU EKONOMI

Pengertian Ilmu Ekonomi

  • ·         Scarcity (Kelangkaan)

Alat pemuas kebutuhan manusia jumlahnya terbatas sementara  kebutuhan manusia tidak terbatas.

  • ·         Choices (Pilihan-Pilihan)

Terbatasnya alat pemuas kebutuhan manusia sementara kebutuhan tidak terbatas mendorong manusia melakukan pilihan-pilihan yang bersifat individu maupun kolektif.

  • ·         Opportunity Cost (Biaya Kesempatan)

Manusia bersifat rasional artinya pertimbangan menurut prinsif ekonomi dan untung rugi. Oleh karena itu ekonom akan memandang bahwa alat pemuas kebutuhan akan dinilai berdasarkan alternatif penggunaannya untuk kesempatan yang lain.

Jadi ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku individu dan
masyarakat dalam menentukan pilihan (alokasi) atas sumber daya yang
langka dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya.

Ø  Masalah Ekonomi :
§  Apa yang harus diproduksi dan berapa banyaknya ?
§  Bagaimana memproduksinya ?
§  Untuk siapa barang dan jasa diproduksi ?

§  Barang dan Jasa
-          Barang Ekonomi dan Barang Bebas
§  Barang Akhir :
*      Durable goods
*      Undurable goods
-          Barang Modal (barang dibuat untuk menghasilkan barang lain).
-          Barang Antara (barang yang belum dapat langsung digunakan konsumen/perlu diolah lebih lanjut).




§  Mengapa Belajar Ilmu Ekonomi ?
-          Memperbaiki cara berfikir yang membantu pengambilan keputusan.
-          Membantu memahami masyarakat.
-          Membantu memahami masalah-masalah internasional.
-          Bermanfaat dalam membangun masyarakat.


v  Ruang Lingkup Ilmu Ekonomi
Ø  Teori Ekonomi Mikro :
-          Interaksi di pasar barang (penjual vs pembeli)
-          Tingkah laku pembeli dan penjual (pembeli memuaskan kebutuhannya dan penjual/produsen memaksimumkan keuntungan).
-          Interaksi di pasar faktor produksi (Tk, modal, tanah, wirausaha)

Ø  Teori Ekonomi Makro
-          Penentuan tingkat ekonomi negara.
-          Pengeluaran agregat (C + G + I + (X-M))
-          Mengatasi pengangguran dan inflasi

v  Metodologi Ilmu Ekonomi
·         Teori Ekonomi
 Berusaha menjelaskan dan melakukan prediksi-prediksi atas gejala yang diamati.
·         Model Ekonomi
Penyederhanaan dari keadaan yang sebenarnya baik dalam bentuk verbal,diagram, dan matematis.
·         Metoda Deduktif dan Induktif
·         Ceteris Paribus dan Fallacy Composition.
·         Ekonomi positif (apa yang terjadi) dan ekonomi normatif (apa yang seharusnya terjadi).
Share:

Sunday, 18 May 2014

AKUNTANSI SYARIAH BIDANG BARU STUDI AKUNTANSI



AKUNTANSI SYARIAH BIDANG BARU STUDI AKUNTANSI

  1. PENDAHULUAN
Seiring dengan meningkatnya rasa keberagamaan (religiusitas) masyarakat Muslim menjalankan syariah Islam dalam kehidupan sosial-ekonomi, semakin banyak institusi bisnis Islami yang menjalankan kegiatan operasional dan usahanya berlandaskan prinsip syariah. Untuk mengelola institusi Islami ini diperlukan pencatatan transaksi dan pelaporan keuangan. Pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan dengan karakteristik tertentu yang sesuai dengan syariah. Pencatatan transaksi dan pelaporan keuangan yang diterapkan pada institusi bisnis Islami inilah yang kemudian berkembang menjadi akuntansi syariah. Akuntansi syariah (shari’a accounting) menurut Karim (1990) merupakan bidang baru dalam studi akuntansi yang dikembangkan berlandaskan nilai-nilai, etika dan syariah Islam, oleh karenanya dikenal juga sebagaiakuntansiIslam (Islamic Accounting).
Perkembangan akuntansi sebagai salah satu cabang ilmu sosial telah mengalami pergeseran nilai yang sangat mendasar dan berarti, terutama mengenai kerangka teori yang mendasari dituntut mengikuti perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Karim(1990:3) mengemukakan bahwa selama ini yang digunakan sebagai dasar kontruksi teori akuntansi lahir dari konteks budaya dan idiologi. Demikian halnya dengan kontruksi akuntansi konvensional menjadi akuntansi Islam (syariah) yang lahir dari nilai-nilai budaya masyarakat dan ajaran syariah Islam yang dipraktikan dalam kehidupan sosial-ekonomi (Hammed:1997).
Akuntansi syariah dapat dipandang sebagai kontruksi sosial masyarakat Islam guna menerapkan ekonomi Islam dalam kegiatan ekonomi. Akuntansi syariah merupakan sub-sistem dari system ekonomi dan keuangan Islam, digunakan sebagai instrument pendukung penerapan nilai-nilai Islami dalam ranah akuntansi, fungsi utamanya adalah sebagai alat manajemen menyediakan informasi kepada pihak internal dan eksternal organisasi (Hasyshi: 1986; Baydoun dan Willet, 2000 serta Harahap, 2001).
Motivasi para pakar dan akademisi akuntansi terutama dari kalangan orang-orang Muslim guna mengkaji dan mengembangkan akuntansi syariah semakin meningkat. Setelah mengetahui beberapa peneliti (Gray, 1988; Perera, 1989; Hamid et al., 1993; Baydoun dan Willet, 1994) yang menguji hubungan antara budaya, religi dan akuntansi, menyatakan bahwa budaya secara umum dan Islam secara khusus mempengaruhi bentuk-bentuk akuntansinya. Sebagaimana dikemukakan oleh Gaffikin dan Triyuwono (1996) akuntansi adalah refleksi dari sebuah realitas yang idealnya dibangun dan dipraktikan berdasarkan nilai-nilai dan etika. Nilai-nilai dan etika orang Muslim adalah syariah, maka alternatif terbaik pengembangan akuntansi syariah adalah menggunakan pemikiran yang sesuai dengan syariah. Untuk memahami pengertian akuntansi syariah, dapat mengacu pada definisi akuntansi syariah yang dikemukakan oleh Hameed (2003) yaitu:
Berangkat dari definisi-definisi akuntansi tersebut di atas, akuntansi syariah dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai berikut: “Akuntansi syariah adalah suatu proses, metode, dan teknik pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran transaksi, dan kejadian-kejadian yang bersifat keuangan dalam bentuk satuan uang, guna mengidentifikasikan, mengukur, dan menyampaikan informasi suatu entitas ekonomi yang pengelolaan usahanya berlandaskan syariah, untuk dapat digunakan sebagai bahan mengambil keputusan-keputusan ekonomi dan memilih alternative-alternatif tindakan bagi para pemakainya”. Perkembangan akuntansi sebagai salah satu cabang ilmu sosial telah mengalami pergeseran nilai yang sangat mendasar dituntut mengikuti perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Kam (1990:3) mengemukakan bahwa selama ini yang digunakan sebagai dasar kontruksi teori akuntansi lahir dari konteks budaya dan idiologi.
Demikian halnya dengan kontruksi akuntansi konvensional menjadi akuntansi Islam (syariah) yang lahir dari nilai-nilai budaya masyarakat dan ajaran Islam yang dipraktikan dalam kehidupan sosial-ekonomi (Hameed, 1997). Oleh karenanya akuntansi syariah dapat dipandang sebagai kontruksi sosial masyarakat Islam guna menerapkan praktik-praktik ekonomi Islam dalam kehidupan sosial-ekonomi.

B.     Akuntansi Syariah dalam Epistimologi Islam
Kerangka konseptual akuntansi syariah sebagaimana telah dikemukakan di atas dirumuskan menggunakan pendekatan epistimologi Islam. Epistimologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membahas teori ilmu pengetahuan, secara harfiah epistimologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti pengetahuan (Suria Sumantri, 1991). Dalam lingkup filsafat ilmu, epistimologi mengandung pengertian sebagai metode memperoleh pengetahuan agar memiliki karakteristik, kebenaran, dan nilai-nilai tertentu sebagai ilmu (Chalmers, 1991).
Dalam konteks epistimologi sebagai metode memperoleh pengetahuan ilmu, epistimologi Islam diperlukan guna memperoleh pengetahuan yang diharapkan memiliki karakteristik, kebenaran dan nilai-nilai Islami. Epistimologi Islam adalah metode memperoleh pengetahuan ilmu yang Islami melalui proses penalaran yang sistematis, logis dan sangat mendalam menggunakan “ijtihad” yang dibangun atas kesadaran sebagai khalifatullah fii-ardl (lihat Syafi’i, 2000 dan Triyuwono, 2000). Prinsip dasar paradigma syariah merupakan multi paradigma yang holistic, mencakup keseluruhan dimensi wilayah mikro dan makro dalam kehidupan manusia yang saling terkait. Pertama, dimensi mikro prinsip dasar paradigma syariah adalah individu yang beriman kepada Allah SWT (tauhid) serta mentaati segala aturan dan larangan yang tertuang dalam Al-Qur’an,Al Hadits, Fiqh, dan hasil ijtihad. Landasan tauhid diperlukan untuk mencapai tujuan syariah yaitu menciptakan keadilan sosial (al a’dl dan al ihsan) serta kebahagiaan dunia dan akhirat. Pencapaian tujuan syariah tersebut dilakukan menggunakan etika dan moral iman (faith), taqwa (piety), kebaikan (righteoneus/birr), ibadah (worship), tanggungjawab (responsibility/fardh), usaha (free will/ikhtiyar), hubungan dengan Allah dan manusia (Habluminallah dan Habluminannas), serta barokah (blessing). Kedua, dimensi makro prinsip syariah adalah meliputi wilayah politik,ekonomi dan sosial. Dalam dimensi politik, menjunjung tinggi musyawarah dan kerjasama. Sedangkan dalam dimensi ekonomi, melakukan usaha halal, mematuhi larangan bunga, dan memenuhi kewajiban zakat. Selanjutnya dalam dimensi sosial yaitu mengutamakan kepentingan umum dan amanah. Produk akhir teknik akuntansi syariah adalah informasi akuntansi yang akurat untuk menghitung zakat dan pertanggungjawaban kepada Allah SWT dengan berlandaskan moral, iman dan taqwa.
Dengan demikian dalam hal akuntansi syariah sebagai alat pertanggungjawaban, diwakili informasi akuntansi syariah dalam bentuk laporan keuangan yang sesuai dengan syariah yaitu mematuhi prinsip full disclousure. Laporan keuangan akuntansi syariah tidak lagi berorientasi pada maksimasi laba, akan tetapi membawa pesan modal dalam menstimuli perilaku etis dan adil terhadap semua pihak. Jenis laporan keuangan akuntansi syariah yang memenuhi criteria ini menurut Harahap (2000) meliputi” Neraca, yang menyajikan pula Laporan Sumber daya Manusia. Laporan Nilai Tambah (Value Added Reporting) yang menyajikan semua hasil yang diperoleh perusahaan dari kontribusi semua pihak yang terkait dengan entitas, dan kemudian mendistribusikannya secara adil. Laporan Arus Kas (Cash Flow). Laporan Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan (Socio Economy Accounting Reporting). Catatan atas Laporan Keuangan, mengenai implementasi syariah misalnya zakat, infaq, shodaqoh, transaksi haram, dan laporan dewan syariah. Melaporkan good governance, mengenai produksi, efisiensi, produktivitas, dan laporan lainnya yang relevan.

  1. Prinsip Akuntansi Syariah
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu), dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;
4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.
Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi Syariah Islam dengan Akuntansi Konvensional adalah menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat aksiomatis.

D.    Dasar Hukum Akuntansi Syariah
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari :
1. Al Quran,
2. Sunah Nabwiyyah,
3. Ijma (kespakatan para ulama),
4. Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu),
5. ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam


E.     Tujuan Akuntansi Syariah
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Terdapat tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar.




F.      Perbandingan antara Akutansi Konvensional dan Akutansi Syariah
Akutansi dalam bentuk sederhana dipahami sebagai bentuk laporan terhadap publik yang mempunyai keterkaitan dengan informasi yang disampaikan. Dalam perkembangannya, akutansi secara konvensional dipahami sebagai satu set prosedur rasional yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan pengendalian. Akutansi dalam pemahaman ini berfungsi sebagai benda mati yang paten seperti teknologi yang konkret, tangible, dan value-free.2 Mereka berargumentasi bahwa akutansi harus memiliki standar paten yang berlaku secara umum di semua organisasi, tidak bisa dipengaruhi oleh kondisi lokal yang bisa menyebabkan keberagaman model akutansi dan harus bebas nilai (value-free). Karena akutansi yang tidak bebas nilai/sarat nilai (non-value-free) bisa menyulitkan dalam memahami informasi yang disampaikan. Oleh karena itu, pendukung akutansi model ini memilih untuk melakukan harmonisasi dalam praktek akutansi.3 Inilah yang selanjutnya dijadikan dasar dan ruh oleh akutansi ala Amerika (modern) sehingga tidak mengherankan corak kapitalis muncul dalam praktik riilnya karena semuanya mengarah pada batasan memberikan informasi semata tanpa adanya spirit tanggung jawab (ataupun jika ada, ia hanya bersifat horisontal bukan horisontal dan vertikal).
Akutansi sebagai aspek penting dalam dunia bisnis dianggap telah kehilangan jati dirinya. Ia menjadi tidak berdaya dan mau tidak mau tergilas dan terseret oleh kapitalis. Karena mesekipun pada awal kemunculannya, ia (akutansi) terbentuk oleh lingkungannya (socially constructed) namun ia punya potensi untuk dapat pula berbalik mempengaruhi limgkungannya (socially constructing). Ini jelas sangat berbahaya bagi masa depan akutansi sendiri dan peradaban manusia. Akhirnya dapat dijadikan sebuah kepastian bahwa akutansi bukanlah suatu bentuk ilmu pengetahuan dan praktek yang bersifat tidak bebas nilai (non-value-free), tetapi sebaliknya ia adalah disiplin dan praktek yang bebas dengan nilai (value-free).4
Dalam laporan keuangan menurut APB Statement no. 4 yang berjudul Basic Concepts and Accounting Principles Underlying Financial Statements Business Enterprises, disebutkan tujuan umum laporan ini adalah:
1. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber-sumber ekonomi dan kewajiban perusahaan.
2. Memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber kekayaan bersih yang berasal dari kegiatan usaha dalam mencari laba.
3. Memberikan informasi keuangan yang dapat digunakan untuk menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba.
4. Memberikan informasi yang diperlukan lainnya tentang perubahan harta dan kewajiban.
5. Mengungkapkan informasi relevan lainnya yang dibutuhkan para pemakai laporan.
Dari kelima tujuan umum di atas, semuanya hanya berorientasi pada pemberian informasi kuantitatif yang berguna bagi pemakai-khususnya pemilik dan kreditur-dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan selanjutnya.5
Dalam Trueblood Committee Report juga dinyatakan bahwa tujuan utama dari laporan keuangan adalah memberikan informasi yang berguna untuk mengambil keputusan. Tujuan yang sama juga terdapat dalam Conceptual Framework dari FASB, PSAK dan lainnya.
Dari beberapa tujuan laporan keuangan tersebut, nampak jelas bahwa akutansi konvensional sangat dipengaruhi oleh konsep kapitalis, karena perhatian utamanya adalah hanya sebatas memberikan informasi yang bertumpu pada kepentingan stockholders dan entity-nya dan belum sampai pada taraf akuntabilitas, kalaulah ada, maka hanya sebatas hubungan yang bersifat horisontal (hablum min al-nas).
Akutansi shari’ah yang berbasiskan ruh ilahi adalah merupakan bagian dari Islamisasi sains dan pengetahuan yang berangkat dari kegagalan paradigma sains dan pengetahuan modern yang berbasiskan value-free sehingga banyak mendatangkan dampak negatif terhadap perkembangan peradaban manusia. Dampak ini muncul sebagai konskuensi logis dari dasar filsafat keilmuan yang bersifat metafisika, epistimologis dan aksiologis yang masih masif dan kering dengan nilai-nilai etik dan moral sehingga dalam tataran aksiologinya seringkali menafikan kemashlahatan manusia karena dipisahkannya agama dengan segala yang berkaitan dengan urusan dunia (sekuler).
Usaha untuk memberikan “warna lain” agar tercipta validitas data dan tujuan, akhirnya muncul dengan memberikan warna religius pada ilmu ekonomi, termasuk akutansi. Islamisasi akutansi inilah yang kemudian banyak dikenal dengan sebutan akutansi shari’ah. Dengan akutansi shari’ah ini berarti akutansi tidak lagi value-free, tetapi berubah menjadi sarat dengan nilai-nilai ibadah (non-value-free).
Akuntansi shari’ah memandang bahwa kedua tujuan dasar dari akutansi yaitu memberikan informasi dan akuntabilitas dianggap sebagai suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya dan inilah yang menjadikan perbedaan besar dengan tujuan dasar akutansi konvensional. Ia (akutansi shari’ah) melihat bahwa akutansi bisa benar-benar berfungsi sebagai alat “penghubung” antara stockholders, entity dan publik dengan tetap berpegangan pada nilai-nilai akuntansi dan ibadah syari’ah sehingga informasi yang disampaikan bisa benar-benar sesuai dengan kondisi riil tanpa ada rekayasa dari pihak manapun sehingga ada “nilai ibadah” secara individu bagi stockholders dan para akuntan dan “ibadah sosial” bagi terciptanya peradaban manusia yang lebih baik. dan yang kamu rahasiakan), dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui”.
Mengapa bisa demikian? Karena akutansi shari’ah memandang bahwa organisasi ini sebagai interprise theory, di mana keberlangsungan hidup sebuah organisasi tidak hanya ditentukan oleh pemilik perusahaan (stockholders) saja tetapi juga pihak lain yang turut memberikan andil: pekerja, konsumen, pemasok, akuntan, dll.10 Bahkan Iwan Triyuwono memasukkan partisipan lain yang secara tidak langsung (indirect participant) untuk memberikan kontribusi sebagai distribusi nilai tambah dan juga memasukkan unsur alam ke dalamnya.11
Dengan berlandaskan al-Qur’an, as-Sunnah dan ayat kauniyah, akutansi shari’ah memandang bahwa tujuan dasar dari akuntabilitas dalam prakteknya bukanlah sekedar akuntabilitas yang bersifat horisontal saja (hablum min al-nas) saja tapi juga sebagai akuntabilitas yang bersifat vertikal, bisa dipertanggung jawabkan kepada Tuhannya (hablum min al-Allah). Karena semua manusia termasuk di dalamnya para stockholders dan akuntan adalah merupakan wakil Allah (Khalifatullah fi al-ard) yang mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu kepada “Raja”nya dan mereka sudah seharusnya memberikan pertanggungjawaban kepada “Sang Raja”.
Laporan keuangan yang berbasiskan shari’ah mempunyai “ruang dan peluang” tersendiri untuk bisa dipertanggungjawabkan baik secara horisontal dan vertikal. Karena ia diikat oleh aturan aturan baku akutansi (shari’ah) dan juga diikat oleh aturan-aturan agama sebagai basis dan ruh dari sifat akutansi shari’ah itu sendiri. Jelasnya, akutansi shari’ah mempunyai kelebihan “keterpercayaan” dan akuntabel dalam penyampaian informasi dan akuntabilitas keakuratannya sehingga keputusan maupun kebijakan yang akan diambil bisa benar-benar dipertimbangkan karena sesuai dengan kondisi riil sebenarnya dibandingkan akutansi konvensional.
Komite Akuntansi Syariah bersama dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia tahun 2007 telah mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk transaksi kegiatan usaha dengan mempergunakan akuntansi berdasarkan kaidah syariah. Berikut ini daftar Standar Akutansi Keuangan yang juga akan berlaku bagi perbankan syariah :
1. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah,
2. PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah,
3. PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah,
4. PSAK 103 tentang Akuntansi Salam,
5. PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna’,
6. PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah,
7. PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah.












DAFTAR PUSTAKA
http://aharlibrary.wordpress.com/2007/03/15/mengenal-prinsip-akuntansi-syariah/

Share:

BTemplates.com

About

BTemplates.com

Total Pageviews

Terimakasih atas kunjungannya, dan pastinya semoga bermanfaat!. Powered by Blogger.