BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup
yang sampai saat ini masih tetap menjadi “PR” besar bagi bangsa Indonesia. PR
tersebut adalah faktor pembuangan limbah sampah. Sampah telah menjadi faktor yangpaling
berbahaya saat ini. Manusia memang dianugerahi Panca Indera yang membantunya
mendeteksi berbagai hal yang mengancam hidupnya. Namun di dalam dunia modern
ini muncul berbagai bentuk ancaman yang tidak terdeteksi oleh panca indera
kita, yaitu berbagai jenis racun yang dibuat oleh manusia sendiri.
Lebih dari 75.000 bahan kimia sintetis telah dihasilkan
manusia dalam beberapa puluh tahun terakhir. Banyak darinya yang tidak
berwarna, berasa dan berbau, namun potensial menimbulkan bahaya kesehatan. Sebagian
besar dampak yang diakibatkannya memang berdampak jangka panjang, seperti
kanker, kerusakan saraf, gangguan reproduksi dan lain-lain.
Sifat racun sintetis yang tidak berbau dan berwarna, dan
dampak kesehatannya yang berjangka panjang, membuatnya lepas dari perhatian
kita. Kita lebih risau dengan gangguan yang langsung bisa dirasakan oleh panca
indera kita.
Hal ini terlebih dalam kasus sampah, di mana gangguan bau
yang menusuk dan pemandangan (keindahan/kebersihan) sangat menarik perhatian
panca indera kita. Begitu dominannya gangguan bau dan pemandangan dari sampah
inilah yang telah mengalihkan kita dari bahaya racun dari sampah, yang lebih
mengancam kelangsungan hidup kita dan anak cucu kita.
B. TUJUAN
1. Meneliti apa yang di maksud dengan
sampah?
2. Meneliti Apa saja bagian – bagian sampah?
3. Meneliti Bagaimana dampak sampah bagi kehidupan?
4. Meneliti Bagaimana bahaya sampah plastic bagi kesehatan
dan lingkungan?
5. Meneliti Bagaimana cara mengurangi
sampah?
6. Meneliti apa yang di maksud dengan prinsip produksi
bersih?
C. PERUMUSAN
MASALAH
1. Apakah yang di maksud dengan sampah?
2. Apa saja bagian – bagian sampah?
3. Bagaimana dampak sampah bagi kehidupan?
4. Bagaimana bahaya sampah plastic bagi kesehatan dan
lingkungan?
5. Bagaimana cara mengurangi sampah?
6. apa yang di maksud dengan prinsip produksi bersih?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ( PEMBAHASAN )
A.
Pengertian Sampah
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak
berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang
rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau
ditolak atau buangan”.
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari
sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai
ekonomis.” (Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink, 1996).
Berangkat dari pandangan tersebut sehingga sampah dapat
dirumuskan sebagai bahan sisa dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Sampah
yang harus dikelola tersebut meliputi fasilitas sosial sampah yang dihasilkan
dari:
1. Rumah
tangga
2. Kegiatan
komersial: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, restoran, tempat
hiburan.
3. Rumah
ibadah, asrama, rumah tahanan/penjara, rumah sakit, klinik, puskesmas
4. Fasilitas
umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte kendaraan umum, taman, jalan,
5. Industri
6. Hasil
pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai, danau, pantai.
Sampah pada
pada umumnya dapat di bagi menjadi dua bagian
a. Sampah
Organik
sampah organik (biasa disebut sampah basah) dan sampah anorganik
(sampah kering). Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan
hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan
atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah
rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik, misalnya sampah dari
dapur, sisa tepung, sayuran dll.
b. Sampah
Anorganik
Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui
seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan
ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat
anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian
lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini
pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol, tas plsti. Dan botol
kaleng
Kertas, koran, dan karton merupakan pengecualian. Berdasarkan
asalnya, kertas, koran, dan karton termasuk sampah organik. Tetapi karena
kertas, koran, dan karton dapat didaur ulang seperti sampah anorganik lain
(misalnya gelas, kaleng, dan plastik), maka dimasukkan ke dalam kelompok sampah
anorganik.
B. Dampak
Sampah bagi Manusia dan lingkungan
Sudah kita sadari bahwa pencemaran lingkungan akibat
perindustrian maupun rumah tangga sangat merugikan manusia, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan perindustrian dan teknologi
diharapkan kualitas kehidupan dapat lebih ditingkatkan. Namun seringkali
peningkatan teknologi juga menyebabkan dampak negatif yang tidak sedikit.
1. Dampak
bagi kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan
sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa
organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang
dapat menimbulkan penyakit.
Potensi bahaya
kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
Penyakit diare,
kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah
dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam
berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang
pengelolaan sampahnya kurang memadai.
Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah
satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita
(taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak
melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira
40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh
raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang
memproduksi baterai dan akumulator.
2. Dampak
Terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau
sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga
beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem
perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan
menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau
kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.
3. Dampak
terhadap keadaan social dan ekonomi
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan
yang kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan
yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.
Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.
Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya
tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya
pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara
tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).
Pembuangan sampah
padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi
fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.
Infrastruktur lain
dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti
tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air.
C. Bahaya
Sampah Plastik bagi Kesehatan dan Lingkungan
Sampah adalah Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya
lingkungan hidup yang sampai saat ini masih tetap menjadi “PR” besar bagi
bangsa Indonesia diantaranya adalah faktor pembuangan limbah sampah plastik.
Kantong plastik telah menjadi sampah yang berbahaya dan sulit dikelola.
Diperlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk membuat
sampah bekas kantong plastik itu benar-benar terurai. Namun yang menjadi
persoalan adalah dampak negatif sampah plastik ternyata sebesar fungsinya juga.
Dibutuhkan waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh
tanah secara terdekomposisi atau terurai dengan sempurna. Ini adalah sebuah
waktu yang sangat lama. Saat terurai, partikel-partikel plastik akan mencemari
tanah dan air tanah.
Jika dibakar, sampah plastik akan menghasilkan asap beracun
yang berbahaya bagi kesehatan yaitu jika proses pembakaranya tidak sempurna,
plastik akan mengurai di udara sebagai dioksin. Senyawa ini sangat berbahaya
bila terhirup manusia. Dampaknya antara lain memicu penyakit kanker, hepatitis,
pembengkakan hati, gangguan sistem saraf dan memicu depresi.
Kantong plastik juga penyebab banjir, karena menyumbat
saluran-saluran air, tanggul. Sehingga mengakibatkan banjir bahkan yang
terparah merusak turbin waduk.
Diperkirakan, 500 juta hingga satu miliar kantong plastik
digunakan di dunia tiap tahunnya. Jika sampah-sampah ini dibentangkan maka,
dapat membukus permukaan bumi setidaknya hingga 10 kali lipat! Coba kita
bayangkan begitu fantastisnya sampah plastik yang sudah terlampau menggunung di
bumi kita ini. Dan tahukah kita? Setiap tahun, sekitar 500 milyar – 1 triliyun
kantong plastik digunakan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap orang
menghabiskan 170 kantong plastik setiap tahunnya (coba kalikan dengan jumlah
penduduk dinkota kita masing-masing!) Lebih dari 17 milyar kantong plastik
dibagikan secara gratis oleh supermarket di seluruh dunia setiap tahunnya.
Kantong plastik mulai marak digunakan sejak masuknya supermarket di kota-kota
besar.
Sejak proses produksi hingga tahap pembuangan, sampah plastik
mengemisikan gas rumah kaca ke atmosfer. Kegiatan produksi plastik membutuhkan
sekitar 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon setiap tahunnya. Proses
produksinya sangat tidak hemat energi. Pada tahap pembuangan di lahan
penimbunan sampah (TPA), sampah plastik mengeluarkan gas rumah kaca.
D. Usaha
Pengendalian Sampah
Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu
dilakukan alternatif pengolahan yang benar. Teknologi landfill yang diharapkan
dapat menyelesaikan masalah lingkungan akibat sampah, justru memberikan
permasalahan lingkungan yang baru. Kerusakan tanah, air tanah, dan air
permukaan sekitar akibat air lindi, sudah mencapai tahap yang membahayakan
kesehatan masyarakat, khususnya dari segi sanitasi lingkungan.
Gambaran yang paling mendasar dari penerapan teknologi lahan
urug saniter (sanitary landfill) adalah kebutuhan lahan dalam jumlah yang cukup
luas untuk tiap satuan volume sampah yang akan diolah. Teknologi ini memang
direncanakan untuk suatu kota yang memiliki lahan dalam jumlah yang luas dan
murah. Pada kenyataannya, lahan di berbagai kota besar di Indonesia dapat
dikatakan sangat terbatas dan dengan harga yang tinggi pula. Dalam hal ini,
penerapan lahan urug saniter sangatlah tidak sesuai.
Berdasarkan pertimbangan di atas, dapat diperkirakan bahwa
teknologi yang paling tepat untuk pemecahan masalah di atas, adalah teknologi
pemusnahan sampah yang hemat dalam penggunaan lahan. Konsep utama dalam
pemusnahan sampah selaku buangan padat adalah reduksi volume secara maksimum.
Salah satu teknologi yang dapat menjawab tantangan tersebut adalah teknologi
pembakaran yang terkontrol atau insinerasi, dengan menggunakan insinerator.
Teknologi insinerasi membutuhkan luas lahan yang lebih hemat,
dan disertai dengan reduksi volume residu yang tersisa ( fly ash dan bottom ash
) dibandingkan dengan volume sampah semula.
Ternyata pelaksanaan teknologi ini justru lebih banyak
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan berupa pencemaran udara. Produk
pembakaran yang terbentuk berupa gas buang COx, NOx, SOx, partikulat, dioksin,
furan, dan logam berat yang dilepaskan ke atmosfer harus dipertimbangkan.
Selain itu proses insinerator menghasilakan Dioxin yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan, misalnya kanker, sistem kekebalan, reproduksi, dan masalah
pertumbuhan.
Global Anti-Incenatot Alliance (GAIA) juga menyebutkan bahwa
insinerator juga merupakan sumber utama pencemaran Merkuri. Merkuri merupakan
racun saraf yang sangat kuat, yang mengganggu sistem motorik, sistem panca
indera dan kerja sistem kesadaran.
Belajar dari kegagalan program pengolahan sampah di atas,
maka paradigma penanganan sampah sebagai suatu produk yang tidak lagi
bermanfaat dan cenderung untuk dibuang begitu saja harus diubah. Produksi
Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang
industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk
samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan,
E. Peran
Pemerintah dalam Menangani Sampah
Dari perkembangan kehidupan masyarakat dapat disimpulkan
bahwa penanganan masalah sampah tidak dapat semata-mata ditangani oleh
Pemerintah Daerah (Pemerintah Kabupaten/Kota). Pada tingkat perkembangan
kehidupan masyarakat dewasa ini memerlukan pergeseran pendekatan ke pendekatan
sumber dan perubahan paradigma yang pada gilirannya memerlukan adanya campur
tangan dari Pemerintah.
Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan, pemilahan,
pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, pengolahan. Berangkat dari pengertian
pengelolaan sampah dapat disimpulkan adanya dua aspek, yaitu penetapan
kebijakan (beleid, policy) pengelolaan sampah, dan pelaksanaan pengelolaan
sampah.]
Kebijakan pengelolaan sampah harus dilakukan oleh Pemerintah
Pusat karena mempunyai cakupan nasional. Kebijakan pengelolaan sampah ini
meliputi :
a.)
Penetapan instrumen kebijakan:
i. instrumen regulasi: penetapan aturan kebijakan
(beleidregels), undang-
undang dan hukum yang jelas tentang sampah dan perusakan
lingkungan
ii. instrumen ekonomik: penetapan instrumen ekonomi untuk
mengurangi
beban penanganan akhir sampah (sistem insentif dan
disinsentif) dan
pemberlakuan pajak bagi perusahaan yang menghasilkan sampah,
serta
melakukan uji dampak lingkungan
b) Mendorong
pengembangan upaya mengurangi (reduce), memakai kembali (re-
use), dan mendaur-ulang (recycling) sampah, dan mengganti
(replace);
c)
Pengembangan produk dan kemasan ramah lingkungan;
d)
Pengembangan teknologi, standar dan prosedur penanganan sampah:
e) Penetapan
kriteria dan standar minimal penentuan lokasi penanganan
akhir sampah;
f) penetapan
lokasi pengolahan akhir sampah;
g) luas
minimal lahan untuk lokasi pengolahan akhir sampah;
h) penetapan
lahan penyangga.
F. Kompos,
Alternatif Problem Sampah
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan
anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga
pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Pengomposan dapat
mengendalikan bahaya pencemaran yang mungkin terjadi dan menghasilkan
keuntungan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara
aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa bahan tambahan.
Pengomposan merupakan penguraian dan pemantapan bahan-bahan
organik secara biologis dalam temperatur thermophilic (suhu tinggi) dengan
hasil akhir berupa bahan yang cukup bagus untuk diaplikasikan ke tanah.
Pengomposan dapat dilakukan secara bersih dan tanpa menghasilkan kegaduhan di
dalam maupun di luar ruangan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara
aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang
biasa digunakan Activator Kompos seperti Green Phoskko Organic Decomposer dan
SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan
kompos (vermicompost). Keunggulan dari proses pengomposan antara lain
teknologinya yang sederhana, biaya penanganan yang relatif rendah, serta dapat
menangani sampah dalam jumlah yang banyak (tergantung luasan lahan).
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena
mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang
terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan
itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik
memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi
bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat
dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya
untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi
tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah
dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali
tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup
sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman,
serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang
mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah
kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatuproses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam
proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak
bergerak.
Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair,
atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama
gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.
Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang
dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya
pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan
menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan
jumlah konsumsi. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam usaha mengatasi masalah
sampah yang saat ini mendapatkan tanggapan pro dan kontra dari masyarakat
adalah pemberian pajak lingkungan yang dikenakan pada setiap produk industri
yang akhirnya akan menjadi sampah. Industri yang menghasilkan produk dengan
kemasan, tentu akan memberikan sampah berupa kemasan setelah dikonsumsi oleh
konsumen. Industri diwajibkan membayar biaya pengolahan sampah untuk setiap
produk yang dihasilkan, untuk penanganan sampah dari produk tersebut. Dana yang
terhimpun harus dibayarkan pada pemerintah selaku pengelola IPS untuk mengolah
sampah kemasan yang dihasilkan. Pajak lingkungan ini dikenal sebagai Polluters
Pay Principle. Solusi yang diterapkan dalam hal sistem penanganan sampah sangat
memerlukan dukungan dan komitmen pemerintah. Tanpa kedua hal tersebut, sistem
penanganan sampah tidak akan lagi berkesinambungan.
Tetapi dalam pelaksanaannya banyak terdapat benturan, di satu
sisi, pemerintah memiliki keterbatasan pembiayaan dalam sistem penanganan
sampah. Namun di sisi lain, masyarakat akan membayar biaya sosial yang tinggi
akibat rendahnya kinerja sistem penanganan sampah. Sebagai contoh, akibat tidak
tertanganinya sampah selama beberapa hari di Kota Bandung, tentu dapat dihitung
berapa besar biaya pengelolaan lingkungan yang harus dikeluarkan akibat
pencemaran udara ( akibat bau ) dan air lindi, berapa besar biaya pengobatan
masyarakat karena penyakit bawaan sampah ( municipal solid waste borne disease
), hingga menurunnya tingkat produktifitas masyarakat akibat gangguan bau
sampah.
Cara pengendalian sampah yang paling sederhana adalah dengan
menumbuhkan kesadaran dari dalam diri untuk tidak merusak lingkungan dengan
sampah. Selain itu diperlukan juga kontrol sosial budaya masyarakat untuk lebih
menghargai lingkungan, walaupun kadang harus dihadapkan pada mitos tertentu.
Peraturan yang tegas dari pemerintah juga sangat diharapkan karena jika tidak
maka para perusak lingkungan akan terus merusak sumber daya.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari dalam makalah
ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis berharap
mohon koreksi, saran dan keritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Dan mudah-mudahan hal ini dapat menjadi motifasi bagi kami untuk
terus-menerus melakukan perbaikkan dan pengembangan pada masa-masa yang akan
datang
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1.
Hadiwijoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Penerbit Yayasan Idayu.
Jakarta
2. Biro Bina
Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. 1998. Laporan Neraca Kualitas Lingkungan
Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta. Biro Bina Lingkungan Hidup Provinsi DKI
Jakarta. Jakarta
3.
Djuwendah, E., A. Anwar, J. Winoto, K. Mudikdjo. 1998. Analisis Keragaan
Ekonomi dan Kelembagaan Penanganan Sampah Perkotaan, Kasus di Kotamadya DT II
Bandung Provinsi Jawa Barat. Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.
0 comments:
Post a Comment